WELCOME TO THIS BLOG!!. PLEASE ENJOY THE MENU HAS BEEN PROVIDED

Rabu, 02 November 2011

Guru Sosok Pribadi Penentu Maju Mundurnya Suatu Bangsa



            Guru adalah pribadi yang menentukan jaya atu runtuhnya sebuah bangsa dan peradaban manusia. Di tangannya, seorangb anak yang awlnya tidak tahu apa-apa bias menjadi pribadi jenius.  Melalui sepuhannyalah, lahir generasi-generasi unggul. Ia “turun” untuk memberantas kebodohan, sekaligus menghujamkan kearifan sehingga kita bias paham tentang makna dan tujuan hakiki jati diri dan kehidupan manusia.

Dalam interval waktu ketika seorang anak sedang menginjakan kakinya di meja pendidikan dasar di dalam instansi pendidikan, seorang anak sedang dan tidak akan berhenti untuk bertualang dan mengembara menemukan jati dirinya. Mereka bahkan seolah tidak memilih rasa lelah untuk melakukan hal ini.

Membincang jati diri, kita semua sepertinya juga akan tersesap ke dalamnya. Perbincangan tentangnya memang akan selalu memaksa, atau minimal membuat kita harus rela meluangkan waktu khusus. Sebab hanya, tidak lain karena begitu pentingnya jati diri ini.

Banyak orang yamg berusia lanjut ternyata ketika ditanya apa jati dirinya, ia seketika menjawab dengan jawaban belum tahu. Jika ia tidak memberikan jawaban yang bersifat, maka ia akan diam sebentar dan kemudian memberikan jawaban, namun jawaban yang terlontar pun tetap sama; belum tahu. Kenapa hal ini terjadi? Jawabannya singkat, karena ia memang belum tahu jati dirinya, atau ia belum tahu bagaimana cara mendapatkan jati diri tersebut.

Seseorang yang telah menemukan jati dirinya akan melesat jauh nan cepat. Ia akan berfokus pada jati dirinya tersbut, tanpa kenal lelah tanpa kenal takut  dan gelisah. Seseorang yang paham siapa sebenarnya dirinya akan menjalani hidup dengan begitu nikmat dan menyenangkan. Ia akan selalu tersenyum bangga bahwa semua yang dilakukannya memiliki visi, misi, dan orientasi.

Dengan kata lain, jati diri memilki peran yang sangat vital dan urgen dalam kehidupan seseorang. Dengannya, ia akan meniti kehidupan yang semakin dipenuhi hipokritas (kemunafikan) ini dengan tetap tenang. Dengan jati diri yang telah, seseorang tidak akan tega membuat waktu, sesingkat apapun waktu itu. Konsep bahwa waktu adalah nyawa telah mengakar kuat dlm jiwanya.

Pemahaman seperti ini akan membuat guru memiliki simpati dan empati tentang kondisi psikologis dan keadaan sosial yang melingkupi anak-anak didiknya. Dan, proses perenungan yang banyak menyita perhatian para siswa lebih banyak disebabkan oleh pencariannya terhadap jati diri.

Perkembnagan manusia sebagaimana yang terjadi sekarang memang sangat cepat dan radikal, yang karena memberikan implikasi pada bagaimana pula penyikapan terhadap perkembangan, atau bahkan pergerakan. Hal ini pun sudah barabg tentu mempengaruhi pola atau karakteristik yang berlngsung di masyarkat.
Seorang anak didik yang merupakan “bagian dalam” pergerakan dan perubahan ini secara pelan namun pasti berusaha memberikan pengaruhnya dalam pusaran tersebut. Manusia memiliki kemampuannya untuk menentukan ritme dinamika kehidupan, tetapi melalui potensi besarnya dia akan dengan sadar berusaha memberikan peran. Bahkan, bias pula dimaknai sebagai usaha mempertahankan dirin atas pergerakan tersebut
Terlepas dari masih banyaknya persoalan kebangsaan yang menjerat kita, komitmen serius untuk terus meningkatkan mutu pendidikan merupakan suatu yang tidak bias ditawar-tawar lagi. Itu jika kita mau serius ingin membangun bngsa ini menjadi lebih beradab.
Kondisi pendidikan saat ini menuntut guru agar menjadi salah satu faktor penentu meningkatnya mutu pendidikan . keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar.
Di sinilah guru dituntut memilki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik. Ia tidak hanya dituntut mampu melakukan transformasi seprangkat ilmu pengetahaun (cognitive domain) dan aspek keterampilan (psycomotoric domain), akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk mengejewantahkan hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).
Mahdi Ghulsyani, seorang cendikiawan muslim, memandang guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas penalaran, ketakwaan, dan pengeahuan. Ia memiliki karakteristik bermoral, mendengarkan, kebenaran, mampu menjauhi kepalsuan ilusi, menyembah tuhan, bijaksana, menyadari dan mengambil pengalaman-pengalaman.
Dalam pepatah jawa, guru adalah sosok yang digugu omongane lan ditiru kelakoane (dipercaya ucapannya dan dicontoh tindakannya). Menyandang profesi guru, berarti harus menjaga citra, wibawa, keteladanan, integritas, dan krediilitasnya. Ia idak hanya mengajar di depan kelas, tapi jug mendidik, membimbing, menuntun, dan membentuk jati diri  bagi siswa-siswanya.
Untuk menghadirkan sosok yang bermutu guna mencapai pendidikan berkualitas, guru harus mendapatkan program-program pelatihan secara tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap melakukan pembentukan jati diri siswanya. Penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian dan jasanya harus diberikan. 

Related Post



1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ya, mungkin karena itu