WELCOME TO THIS BLOG!!. PLEASE ENJOY THE MENU HAS BEEN PROVIDED

Tampilkan postingan dengan label matematika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label matematika. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Desember 2014

Cara Belajar Matematika Lebih Mudah dan Menyenangkan

*oleh Diyah Ayuning Tyas, Guru SD Muhammadiyah 9 Malang

Saat mendengar kata matematika, yang terbayangkan adalah pelajaran yang berisi hitung-menghitung sesuatu yang abstrak. Hal tersebut berdampak pada minat belajar peserta didik yang kurang begitu antusias untuk mempelajari matematika. Andaikan matematika bukanlah mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN), maka nasib matematika barangkali tidak sebaik saat ini.

Belajar matematika sesungguhnya bukan hanya belajar angka, bilangan, dan rumus. Konsep-konsep pembelajaran dalam matematika sejatinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi belajar matematika bukan lagi belajar sesuatu yang abstrak, imajiner, dan khayal. Belajar matematika merupakan belajar sesuatu yang konkrit dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh konkritisasi pembelajaran matematika adalah pembelajaran kompetensi debit (kelas VI). Peserta didik tidak hanya belajar bagaimana menghitung debit cairan, volume air, dan waktu, namun dapat menggunakan untuk menghitung berapa jumlah air yang dialirkan suatu bendungan tiap menit. Pembelajaran semacam itu membutuhkan kreatifitas guru untuk menarik pola fikir peserta didik dari zona abstrak menuju zona konkrit.

Salah satu cara untuk menghubungkan antara konsep yang dipelajari dengan aplikasi di dalam kehidupan sehari-hari perlu adanya alat atau media. Media yang dimaksud merupakan representasi terhadap aplikasi konsep yang dipelajari di dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan media diharapkan dapat mempermudah peserta didik memahami konsep dalam pembelajaran matematika sehingga tidak lagi bersifat abstrak, imajiner, dan khayal.

Realisasi konsep pembelajaran matematika oleh para ahli dinamakan Pembelajaran Matematika Realistik. Matematika realistik dapat dilakukan oleh semua pembelajar matematika baik guru, orang tua, lembaga bimbingan belajar, dan sebagainya.

Pembelajaran matematika realistik dibedakan menjadi 4 tahap (Yuwono, 2006). Tahap pertama, memahamkan kompetensi yang akan dipelajari dengan cara mengkonkritkan konsep. Tahapan ini dapat dilakukan dengan menjelaskan tujuan dan manfaat kegiatan pembelajaran kepada peserta didik.

Tahapan kedua, menyelesaikan masalah. Langkah ini dilakukan peserta didik setelah memahami masalah. Untuk menyelesaikan masalah kontekstual, perlu digunakan model berupa benda manipulatif, skema, atau diagram untuk menjembatani kesenjangan antara konkret dan abstrak atau dari abstraksi yang satu ke abstraksi lanjutannya.
 
Murid Presentasi ke depan kemudian hasilnya didiskusikan dengan Kelompok
Langkah yang ketiga adalah membandingkan dan mendiskusikan masalah. Langkah ini merupakan tempat peserta didik berkomunikasi dan memberikan sumbangan gagasan kepada peserta didik lain. Sumbangan atau gagasan peserta didik perlu diperhatikan dan dihargai agar terjadi petukaran ide dalam proses pembelajaran. Peserta didik memproduksi dan mengkonstruksi gagasan mereka, sehingga proses pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif. Proses pembelajaran menjadi interaktif karena peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru mengadakan pertukaran gagasan.

Langkah yang ke empat adalah menyimpulkan. Langkah ini merupakan tempat peserta didik dan guru membuat kesepakatan untuk sampai pada konsep atau algoritma. Peserta didik diminta membuat kesimpulan secara mandiri tentang apa yang telah dikerjakan pada masalah sebelumnya. Jika peserta didik gagal, guru perlu mengarahkan ke arah kesimpulan yang seharusnya. Dalam langkah ini juga terjadi interaksi antara peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru.

Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mudah dan menyenangkan. Begitulah kesan yang akan didapatkan oleh siswa setelah melaksanakan pembelajaran matematika realistik. Peserta didik akan selalu mendapat pengetahuan baru dengan pengalaman yang menyenangkan dan bermakna.






Selasa, 06 November 2012

Analisis Kurikulum Matematika Sekolah


disusun oleh: Yessi Setianingsih (09006026), Peniari Umami  (09006047), Andhi Dwi P (09006051); Uji Trisno (09006186), Ernita Sari (10006095)
Mata pelajaran matematika disekolah memiliki background yang sudah familiar didengar, yakni ‘sulit dan membosankan’ hanya menghitung dan menghitung, bermain rumus serta mengolah angka. Kewajiban bagi semua guru matematika adalah mengubah image matematika melalui pengembangan kurikulum matematika disekolah agar mudah diterima oleh peserta didik secara baik, merata, seimbang serta tepat. Program pengembangan kurikulum seharusnya dievaluasi secara berkala oleh penyelenggara pendidikan mengingat mata pelajaran matematika memiliki aspek relevansi yang banyak pada mata pelajaran yang lain, baik kimia, fisika maupun ekonomi. Kesulitan yang cenderung dialami adalah saat prinsip kontinuitas pada materi pelajaran yang terkandung didalam matematika tidak telaksana maka akan menyebabkan peserta didik mengalami penurunan semangat belajar, gangguan psikis serta kogntifnya yang terganggu mengingat jika rekan sekelasnya lebih menguasai materi ketimbang dirinya. Karena banyak aspek yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu adanya variasi materi pelajaran minimal memberikan tahapan berpikir yang bertahap.

Menganalisis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP merupakan kurikulum berorientasi pada pencapaian kompetensi. Pengembangan Kurikulum umumnya didasarkan pada dua landasan pokok, yakni landasan empiris dan landasan formal.
Kita lihat saja, Landasan empiris yang terkandung dalam KTSP diantaranya :
1.      Adanya kenyataan rendahnya kualitas pendidikan kita baik dilihat dari sudut proses maupun hasil belajar.
2.      Budaya dengan potensi dan kebutuhan yang berbeda.
3.      Selama ini peran sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum bersifat pasif.
Kemudian, setelah mengetahui landasan yang dibutuhkan dari kurikulum, misal KTSP diatas maka, dilakukan penyusunan model kurikulum sesuai dengan kebutuhan dengan mengindahkan konstruksi yang bersifat konstruktif dan konsep.

Empat model kurikulum , yakni model Kurikulum Akademis, Kurikulum Pengembangan Individu (Humanistik), Kurikulum Rekontruksi Sosial serta Kurikulum Teknologis. Apabila dihubungkan dengan konsep dasar pengembangan dan model kurikulum atau menghubungkan dengan sistem pengembangan kurikulum menurut Oemar Hamalik (2007), maka KTSP memiliki unsur tersebut yang sekaligus merupakan karakteristik KTSP itu sendiri, yakni :

1.      KTSP dapat dikatakan sebagai kurikulum konstruktif sosial. karena salah satu prinsip KTSP, mengembangkan potensi, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dengan lingkungannya (menanamkan identitas nasional).
2.      Dilihat dari desainnya KTSP adalah kurikulum yang beroriantasi kepada disiplin ilmu. Misalnya , struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik serta kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak di ukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran (ketuntasan belajar) .
3.      KTSP dapat dikatakan sebagai kurikulum pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan (guru sebagai fasilitator dan pembimbing).
4.      KTSP dapat dikatakan sebagai kurikulum teknologis. Lihat saja dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilaian serta pengarahan berdasarkan kepada asas pemanfaatan , pengembangan, penciptaan ilmu dan teknologi.




Perkembangan Kurikulum Matematika di Sekolah


Rahmy Zulmaulida, S.Pd

Menatap masa depan, matematika harus dipelajari siswa-siswa kita karena kegunaannya yang penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Penerapan matematika akhir-akhir ini telah berubah banyak dan cepat karena kehadiran dan perkembangan teknologi elektronik dalam dunia kerja. Pembelajaran matematika di tingkat satuan pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung. Kurikulum mata pelajaran matematika harus dirancang tidak hanya untuk siswa melanjutkan ke pendidikan tinggi tetapi juga untuk memasuki dunia pasar kerja. Depdiknas (2007:1)
Upaya pemerintah, untuk memajukan pendidikan terlihat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini mengamanatkan pembaharuan yang besar dalam system pendidikan kita. Sebagai kelanjutan dari Undang-undang tersebut, untuk pertama kalinya dalam pendidikan kita diharuskan ada standard nasional untuk isi atau disingkat Standar Isi (SI) melalui Permen No. 22 Tahun 2006. Karena standard ini bersifat Nasional maka haruslah setelah beberapa waktu SI tersebut dipenuhi oleh semua system pendidikan di Nusantara. Mengacu kepada SI ini juga standard yang lain seperti standard kompetensi guru dan standard buku/bahan ajar matematika dapat disusun rambu-rambu untuk menyusun kurikulum matematika.
Suryadi (2005:2) mengatakan Berdasarkan literatur yang ada, ciri-ciri pembelajaran matematika pada kurikulum 1968 antara lain adalah sebagai berikut:
a. Dalam pengajaran geometri, penekanan lebih diberikan pada keterampilan berhitung, misalnya menghitung luas bangun geometri datar atau volume bangun geometri ruang, bukan pada pengertian bagaimana rumus-rumus untuk melakukan perhitungan tersebut diperoleh (Ruseffendi, 1985, h.33).
b. Lebih mengutamakan hafalan yang sifatnya mekanis daripada pengertian (Ruseffendi, 1979, h.2).
c. Program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan materi pada jenjang berikutnya, serta kurang terkait dengan dunia luar (Ruseffendi, 1979, h.4).
d. Penyajian materi kurang memberikan peluang untuk tumbuhnya motivasi serta rasa ingin tahu anak (Ruseffendi, 1979, h.5).

Menurut Ruseffendi (dalam Suryadi:3), matematika moderen tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Terdapat topik-topik baru yang diperkenalkan yaitu himpunan, geometri bidang dan ruang, statistika dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, dan penulisan lambang bilangan nondesimal. Selain itu diperkenalkan pula konsep-konsep baru seperti penggunaan himpunan, pendekatan pengajaran matematika secara spiral, dan pengajaran geometri dimulai dengan lengkungan.
b. Terjadi pergeseran dari pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan ke pengajaran yang mengutamakan pengertian.
c. Soal-soal yang diberikan lebih diutamakan yang bersifat pemecahan masalah daripada yang bersifat rutin.
d. Ada kesinambungan dalam penyajian bahan ajar antara Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan.
e.  Terdapat penekanan kepada struktur.
f. Program pengajaran pada matematika moderen lebih memperhatikan adanya keberagaman antar siswa.
g. Terdapat upaya-upaya penggunaan istilah yang lebih tepat.
h. Ada pergeseran dari pengajaran yang berpusat pada guru ke pengajaran yang lebih berpusat pada siswa.
i. Sebagai akibat dari pengajaran yang lebih berpusat pada siswa, maka metode mengajar yang lebih banyak digunakan adalah penemuan dan pemecahan masalah dengan teknik diskusi.
j. Terdapat upaya agar pengajaran matematika dilakukan dengan cara yang menarik, misalnya melalui permainan, teka-teki, atau kegiatan lapangan.

Berdasarkan ciri-ciri pengajaran matematika moderen di atas, maka teori belajar yang dipergunakan lebih bersifat campuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi (dalam Suryadi:3) yang menyatakan bahwa teori belajar-mengajar yang dipergunakan pada saat itu adalah campuran antara teori pengaitan dari Thorndike, aliran psikologi perkembangan seperti teori Piaget, serta aliran tingkah laku dari Skinner dan Gagne.
Namun demikian, Ruseffendi selanjutnya menambahkan bahwa teori yang lebih dominan digunakan adalah aliran psikologi perkembangan seperti dari Piaget dan Bruner sebab yang menjadi sentral pengajaran matematika adalah pemecahan masalah.
 Jika dilihat dari ciri-cirinya yang tidak jauh berbeda dengan kurikulum sebelumnya, maka teori belajar yang digunakan pada pengajaran matematika kurikulum 1984 ini juga lebih bersifat campuran antara teori pengaitan, aliran psikologi perkembangan, dan aliran tingkah laku.
Perubahan kurikulum kembali terjadi pada tahun 1994 dimana dimulai dari tingkat SD hingga tingkat SMU. Pada bidang matematika, terdapat beberapa perubahan baik dari sisi materi maupun pengajarannya. Yang menjadi bahan kajian inti untuk matematika sekolah dasar adalah: aritmetika (berhitung), pengantar aljabar, geometri, pengukuran, dan kajian data (pengantar statistika). Pada kurikulum matematika SD ini, terdapat penekanan khusus pada penguasaan bilangan (number sense) termasuk di dalamnya berhitung. Untuk SLTP, bahan kajian intinya mencakup: aritmetika, aljabar, geometri, peluang, dan statistika. Dalam kurikulum ini terdapat upaya untuk menanamkan pemikiran deduktif yang ketat melalui struktur deduktif terbatas pada sebagian bahan geometri. Materi matematika untuk SMU terdapat sedikit perubahan yakni dimasukannya pengenalan teori graf yang merupakan bagian dari matematika diskrit.
            Penekanan khusus yang diberikan pada penguasaan bilangan, termasuk di dalamnya berhitung. Merupakan perubahan yang sangat mendasar yang terjadi di sekolah dasar yang merupakan ciri-ciri kurikulum matematika sekolah tahun 1994. Implikasi dari perubahan ini, adalah digunakannya kembali secara dominan teori belajar dari dari Skinner. Sementara itu, pengajaran matematika untuk tingkat SLTP dan SMU nampaknya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Dengan demikian untuk tingkat SLTP dan SMU teori belajar yang digunakan dalam proses belajar-mengajar masih bersifat campuran dengan dominasi ada pada penerapan aliran psikologi perkembangan.
Sebagai langkah penyempurnaan pada Kurikulum 1994, terjadi sejumlah reduksi serta restrukturisasi materi bahan ajar sehingga muncul Kurikulum 1994. Sebagai contoh, beberapa bagian dari pokok bahasan himpunan di SLTP dihilangkan, dan pengantar teori graf di SMU juga dihilangkan. Selain itu, terdapat juga perubahan-perubahan kecil dan penyusunan kembali urutan penyajian untuk pokok-pokok bahasan tertentu. Selain dari hal tersebut, sebagian besar dari materi kurikulum 1999 hampir sama dengan kurikulum 1994. Dengan demikian, teori belajar yang digunakan pada kurikulum 1999 ini masih sama dengan yang digunakan pada implementasi kurikulum sebelumnya.
Pada tahun 2002, Pusat Kurikulum mengeluarkan dokumen kurikulum baru yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi. Beberapa ciri penting dari kurikulum tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a.  Karena kurikulum ini dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu, maka kurikulum 2002 diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi.
b.   Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan.
c.  Terdapat penekanan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah; kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan mengkomunikasikan gagasan secara matematik.
d. Cakupan materi untuk sekolah dasar meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
e. Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
f. Cakupan materi untuk SMU meliputi: aljabar, geometri dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.

Kurikulum berbasis kompetensi ini secara garis besarnya mencakup tiga komponen yaitu kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar. Jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum berbasis kompetensi ini memuat perubahan yang cukup mendasar terutama dalam hal penerapan pandangan bahwa dalam proses belajar, anak dianggap sebagai pengembang pengetahuan. Selain itu, adanya penekanan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah; berfikir logis, kritis, dan kreatif; serta mengkomunikasikan gagasan secara matematik, maka teori belajar yang dominan digunakan kemungkinannya adalah aliran psikologi perkembangan serta konstruktivisme. Dalam penerapannya, guru antara lain harus mampu menciptakan suatu kondisi sehingga proses asimilasi dan akomodasi seperti yang dikemukakan Piaget dapat berjalan secara efektif. Selain itu, guru juga harus memperhatikan adanya keberagaman kemampuan di antara siswa sehingga dengan kondisi tertentu yang diciptakan guru, maka potensi masing-masing siswa dapat berkembang secara optimal.

Kamis, 15 Maret 2012

Sejarah ringkas Perkembangan Logika


Oleh Nurkholif Diah Sri Lestari, S.Pd, M.Pd-Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif. Kemudian Aristoteles mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica.  Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Aristoteles mengarang buku to Oraganon (alat) yang berjumlah enam, yaitu:
  1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  4. Analytica Priora tentang Silogisme.
  5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Hingga Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika dan Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:
  • Petrus Hispanus (1210 - 1278)
  • Roger Bacon (1214-1292)
  • Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
  • William Ocham (1295 - 1349)
Kemudian logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
  • Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
  • George Boole (1815-1864)
  • John Venn (1834-1923)
  • Gottlob Frege (1848 - 1925)
Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs. Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Sampai saat ini telah dikenal lima aliran besar dalam logika, yaitu:
No
Aliran Logika
Tokoh
Konsep
1
Logika Tradisional
Aristoteles
Logika diartikan sebagai suatu kumpulan aturan praktis yang menjadi petunjuk pemikiran.
2
Logika Metafisis
Frederick. E
Susunan pikiran itu dianggap kenyataan, sehingga logika dianggap metafisika. Tugas pokok logika adalah menafsirkan pikiran sebagai suatu tahap dari struktur kenyataan. Oleh karena itu untuk mengetahui kenyataan orang harus belajar logika dahulu
3
Logika Epistemologis
Herbert B, Bernard B
Untuk dapat mencapai pemikiran yang memadai, pikiran logis dan perasaan harus digabung. Untuk mencapai kebenaran, logika harus dihubungkan dengan seluruh pengetahuan lainnya.
4
Logika Instrumentalis/ pragmatis
John Dewey
Logika dianggap sebagai alat untuk memecahkan masalah.
5
Logika Simbolis
Leibniez, Boole, De Morgan
1.      Logika simbolis adalah ilmu tentang penyimpulan yang sah, khususnya dengan penggunaan metode-metode matematika dan simbol-simbol khusus untuk menghindari makna ganda dari bahasa sehari-hari
2.      Pemakaian simbol-simbol matematika untuk mewakili bahasa yang diolah untuk menetapkan nilai kebenaran suatu pernyataan