WELCOME TO THIS BLOG!!. PLEASE ENJOY THE MENU HAS BEEN PROVIDED

Minggu, 29 Juli 2012

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA


Pendidikan merupakan kunci utama dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dengan pendidikan yang baik dapat dibentuk SDM yang berkualitas. Salah satu pentingnya pendidikan adalah untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan pendidikan yang baik, maka kita akan lebih mudah mengikuti perkembangan IPTEK.
Pembaruan-pembaruan di bidang pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Salah satunya adalah pendidikan matematika, yang memiliki peranan sangat penting untuk semua bidang ilmu terutama sains dan teknologi.
Namun sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia belum memberikan hasil yang memuaskan. Masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari realitas di lapangan yang menunjukan bahwa rata–rata NEM matematika untuk semua jenjang pendidikan masih dibawah 6,0 (Pambudi, 2005:280). Selain itu juga dijumpai adanya siswa yang mempunyai nilai tinggi, namun tidak dapat menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari–hari. Dalam kenyataannya banyak siswa yang hanya menghafal tanpa memahami pelajaran dengan betul, siswa kurang dilatih untuk berfikir.
Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab rendah atau kurangnya pemahaman peserta didik terhadap pelajaran matematika. Menurut Sunardi (1998:354) diduga  penyebabnya adalah model atau metode pembelajaran yang digunakan guru kurang sesuai, alat evaluasi yang kurang baik dan materi yang diberikan kurang sesuai dengan tingkat berfikir siswa. Sedangkan Freudental (dalam Suharta, 2001:2) berpendapat bahwa, bila anak belajar matematika terpisah dengan pengalaman mereka sehari-hari maka akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Jenning, dkk (dalam Suharta, 2001:1) mengatakan, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika mereka ke dalam situasi kehidupan real. Guru dalam pembelajarannya di kelas kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksikan sendiri ide-ide matematika.
Selama ini pembelajaran matematika hanya dijadikan tempat mengaplikasi- kan konsep. Di sekolah, dalam pembelajaran matematika, siswa hanya diajarkan teori/definisi/teorema, kemudian diberikan contoh–contoh, dan selanjutnya diberikan soal latihan, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah dan sering kali siswa mengalami kesulitan matematika di kelas. Selain itu, urutan pembelajaran seperti di atas dirasa kurang sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, karena pada umumnya perkembangan intelektual siswa berkembang dari konkret ke abstrak (Soedjadi, 2001:1)
Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa materi pecahan merupakan materi yang dianggap sulit oleh siswa (Suharta, 2001:1). Padahal pecahan merupakan materi matematika yang sangat penting, karena merupakan dasar dalam belajar matematika lebih lanjut, serta banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bidang yang lain.
Agar belajar siswa lebih bermakna, guru dalam pembelajarannya di dalam kelas hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksikan kembali ide-ide matematika. Agar anak tidak lupa dan dapat menyelesaikan matematika, maka dalam pembelajaran matematika tidak terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari. Gravamaijer (dalam Sugiarti, 2001:1) berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan reinvent (penemuan) terhadap objek-objek matematika. Kegiatan ini akan dapat dilakukan bila materi matematika yang dipelajari siswa bertitik tolak dari situasi dunia nyata atau sesuai dengan konteks pikiran/benak siswa (realistik).
Qomaria (2005:34) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran luas dan keliling segitiga efektif diterapkan di sekolah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase aktivitas siswa maupun aktivitas guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dimana rata-rata persentase aktivitas siswa mencapai 83,70%, rata-rata aktivitas kelompok sebasar 86,11%, dan rata-rata persentase aktivitas guru sebesar 88,89%. Adapun aktivitas siswa yang diperhatikan, meliputi aktivitas dalam bertanya, pengerjaan tugas, bekerja kelompok, perhatian terhadap pelajaran, presentasi dan diskusi. Selain itu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik pada pembelajaran luas dan keliling segitiga dikatakan tuntas secara klasikal dengan persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 84,44%.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam pembelajaran matematika di kelas, penekanan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari dan menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain, sangat penting dilakukan. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari adalah Realistics Mathematics Educations (RME) atau sering dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Related Post



1 komentar:

Mahfud mengatakan...

ini kualitatif ya bang??