WELCOME TO THIS BLOG!!. PLEASE ENJOY THE MENU HAS BEEN PROVIDED

Rabu, 15 September 2010

PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DALAM MENGELOLA ZAKAT PROFESI / PENGHASILAN GUNA MENGENTASKAN KEMISKINAN

PERAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DALAM MENGELOLA ZAKAT PROFESI / PENGHASILAN GUNA MENGENTASKAN KEMISKINAN
Oleh Lubis Muzaki
Abstrak
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Pengertian zakat dalam kaidah syar’i adalah kadar harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang tertentu untuk diberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan syara’. Zakat dibagi menjadi dua, yaitu zakat fitrah dan zakat mal (harta). Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap muslim atas nama dirinya dan yang dibawah tanggung jawabnya pada saat menjelang idul fitri. Sedangkan zakat mal merupakan zakat harta kekayaan berupa emas dan perak, harta perniagaan, binatang ternak (unta, sapi, dan kambing), hasil tanaman dan hasil tambang yang telah mempunyai nash. Perubahan sosial dalam dunia ekonomi membuat para ulama mengambil ijtihad yang mana diwajibkan mengeluarkan zakat bagi seorang muslim yang memilki profesi dengan penghasilan yang telah mencapai nishab dan haul, yang lebih dikenal dengan zakat profesi/penghasilan. Ketika seorang muslim ingin memberikan harta zakatnya kepada mustahiqqin, maka Nabi Muhammad SAW membentuk baitul mal. Badan yang mengelola harta tersebut guna diberikan kepada mustahiq sekarang dikenal dengan Badan Amil Zakat Infaq dan shadaqah (BAZIS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Sangat sedikit dari umat Islam yang mengerti bahwa harta dengan beragam jenisnya itu wajib dikeluarkan zakatnya. Yang populer justru cuma zakatr fitrah yang visi dan misinya memang bukan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi sekedar menghilangkan kesedihan orang miskin pada hari Raya Idul Fitri. Kewajiban untuk membayar zakat seringkali terabaikan oleh masyarakat muslim. Yang harus dilakukan oleh lembaga amil zakat adalah memperbaiki manejemen pengelolaan dan pendayagunaan zakat sehingga mampu menghimpun potensi zakat di Indonesia yang sangat besar dan mampu mengentaskan kemiskinan di kepulauan nusantara ini.
Kata kunci: lembaga amil zakat, zakat profesi dan kemiskinan

PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk Indonesia tahun 2010 kurang lebih sebanyak 234,2 juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk miskin Indonesia menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) jumlah orang miskin akan membengkang dari 32,5 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi 32,7 juta jiwa pada tahun 2010. Pertambahan penduduk miskin bisa dilihat dari perbandingan tersebut meningkat hingga sebesar 2 juta sementara kemiskinan terus bertambah sering kali diikuti oleh bertambahnya masalah pengangguran. Sebagaimana kemiskinan, pengangguran merupakan salah satu masalah serius yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Data diatas menginformasikan bahwa tingkat hidup penduduk miskin Indonesia belum mengalami penurunan dan bisa jadi semakin hari bertambah jumlah penduduk miskinnya dengan melihat realitas kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil, angka pengangguran yang setiap tahun bertambah, ditambah kebijakan PHK oleh perusahaan yang sedang kolaps. Janji-janji pemerintah untuk berkomitmen mengurangi jumlah penduduk miskin belum menampakan hasil yang begitu nyata, malah fakta yang terjadi justru pemerintah menambah deretan derita penduduk miskin dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak terlalu populer (berhutang ke luar negri, kebijakan impor beras, menaikkan harga BBM, dan menaikkan tarif dasar listrik).
Masalah kemiskinan memang tanggungjawab negara. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, tentu kita tidak boleh hanya mengutuk keadaan, menyalahkan pemerintah. Akan tetapi harus ada usaha dari kelompok/anggota masyarakat yang peduli dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Undang-undang 1945 pasal 34 ayat 1 mengamanatkan bahwa, ‘fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’. Bukan berarti kita berpangku tangan melihat kondisi yang ada. Tetapi bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada guna membantu pemerintah mengurangi jumlah penduduk miskin. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan peran Lembaga Amil Zakat (LAZ) baik yang pemerintah maupun swasta.
Dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT ada dua hubungan yang harus dipegang teguh oleh umatnya, yaitu hubungan manusia kepada Allah (hablun minallah), manusia dengan manusia (hablun minannas). Seseorang yang hanya menjalankan ibadah kepada Allah saja, tidak mau peduli dengan manusia bahkan kepada lingkungan di sekitarnya maka digolongkan ke dalam orang yang tidak beriman. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang tidak dikatakan beriman kalau dia tidur nyenyak sementara tetangganya kelaparan”. Zakat inilah yang merupakan implementasi hubungan manusia dalam kehidupan manusia lainnya sebagai bagian dari ibadah dan sekaligus rasa kepedulian kepada sesama. Perintah zakat merupakan sisi lain terhadap larangan praktek riba. Hal ini supaya terjadi pemerataan ekonomi, harta tidak hanya dikuasai oleh orang-orang yang sudah kaya sehingga semakin kaya, sedangkan yang miskin tambah menjadi sangat miskin.
Zakat profesi memang tidak dikenal di zaman Rasulullah SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Bahkan kitab-kitab fiqih yang menjadi rujukan umat ini pun tidak mencantumkan bab zakat profesi di dalamnya. Intinya zakat itu adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Di zaman dahulu, orang kaya identik dengan pedagang, petani dan peternak. Tapi di zaman sekarang ini, orang kaya adalah para profesional yang bergaji besar. Zaman berubah namun prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di masyarakat. Tapi intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan itu adalah intisari zakat. Adanya perkembangan ijtihad justru harus disyukuri. Apalagi metodologi ijtihad itu sudah ada sejak masa Rasulullah SAW dan telah menunjukkan berbagai prestasinya dalam dunia Islam selama ini. Dan yang paling penting, metode ijtihad itu terjamin dari hawa nafsu atau bid‘ah yang mengada-ada.
Pendayagunaan yang tepat akan mewujudkan fungsi utama dari pelaksanaan zakat itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan baik oleh yang memberinya maupun yang menerimanya. Penggunaan zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan aspek terpenting bagi pencapain tujuan dari zakat tersebut. Oleh karenanya diperlukan suatu lembaga atau badan yamg profesional di dalam mengelola dan mendayagunakan dana zakat agar berguna bagi kehidupan masyarakat yang membutuhkan.
Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok institusi, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk oleh pemerintah sedangkan LAZ dibentuk oleh masarakat. Hal ini sesuai perintah Allah bahwasannya perlu dengan adanya suatu lembaga yang mengelola dana zakat, dalam surat at taubah ayat 103 yang artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (dari kekikiran dan cinta berlebihan kepada harta) dan menyucikan (menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati) mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.
Arti ayat di atas menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Dalam khazanah hukum Islam, yang bertugas mengambil dan yang menjemput zakat adalah para petugas zakat (amil). Menurut Imam Qurthubi, amil adalah orang-orang yang ditugaskan untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatat atas harta zakat yang diambil dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Amil zakat adalah profesi yang mulia. Karena profesi mulianya itu, Allah SWT mencantumkan namanya di dalam Al Qur’an. Kemuliaan amil bukan sekedar untuk mengelola amanah orang beriman, namun amil juga menjadi media tercapainya keharmonisan antara si kaya (muzakki) dengan si miskin (mustahik) dengan menjadi mediator bagi sirkulasi zakat dari muzakki kepada mustahik. Harta yang dimiliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Allah-lah yang kemudian melimpahkan amanah kepada para pemilik harta, agar dari harta itu dikeluarkan zakatnya.
Di sinilah sikap amanah dipupuk, sebab seorang muslim dituntut menyampaikan amanah kepada ahlinya. Sikap amanah, tidak hanya tumbuh dalam diri orang yang berzakat, tetapi juga pada para petugas atau amil zakat. Yakni dalam membagi dan menyalurkan seluruh harta zakat kepada yang berhak. Fungsi amil tersebut akan lebih efektif apabila:
a. kondisi muzakki faham dan sadar akan kewajiban dan kedudukan zakat dalam islam, untuk itu diperlukan adanya penyuluhan secara terus menerus kepada masyarakat khususnya para muzakki.
b. para amil zakat yang bekerja dalam lembaga amil zakat faham benar mengenai zakat, infaq maupun shadaqah. Untuk itu diperlukan para ulama yang kompeten yang mengawasi lembaga tersebut.
c. lembaga tersebut dipercaya oleh masyarakat terutama oleh para muzakki, untuk itu seyogyanya lembaga tersebut berstatus formal dan para amil yang bekerja dalam lembaga tersebut memilki kepribadian yang utuh.
d. lembaga tersebut memiliki data secara lengkap mengenai siapa saja yang termasuk golongan muzakki dan siapa yang termasuk golongan orang yang berhak menerima zakat .
POKOK MASALAH
Indonesia adalah negeri yang unik. Keunikan inilah yang harus disadari oleh bangsa ini. Salah satu ‘keunikan’ itu adalah populasi muslimnya terbesar di dunia, namun sayangnya potensi zakat sebagai solusi bagi pengentasan kemiskinan rakyat belum terberdayakan. Keberadaan lembaga amil zakat yang pondasinya telah dipikirkan oleh para ulama negarawan terdahulu, merupakan mutiara yang perlu diasah agar kembali menjadi cemerlang. Kecemerlangan itu takkan pernah hadir kembali jika semua komponen bekerja setengah-setengah untuk menjadikan lemabaga amil zakat sebagai motor penggerak pengentasan kemiskinan yang saat ini menjangkiti masyarakat.
Islam menganjurkan untuk menanggulangi kemiskinan, karena kemiskinan dan kefakiran itu pada gilirannya akan menggiring orang ke dalam kekufuran. Kemiskinan mengancam terjadinya tindakan kriminal, seperti pencurian, perampokan, kebejatan moral, kemaksiatan, sampai menjual diri alasannya karena miskin. Melalui zakat, maka akan terbina hubungan yang lebih dekat dengan Allah SWT sekaligus menjembatani kesenjangan sosial dalam masyarakat dan mempererat rasa kasih sayang sesama manusia.
Di zaman sekarang ini dengan tidak berjalannya sistem negara Islam, maka negara ini tidak terlalu mengesahkan untuk pemungutan harta zakat. Apalagi aparatur negara di Indonesia ini terkenal paling korup di dunia. Sebagai muslim tentu kita tidak rela uang umat ini dilahap oleh tikus-tikus pemerintah yang berkelakuan bejat. Namun kita juga tidak mungkin membiarkan orang kaya muslim tidak punya tempat untuk menyalurkan kewajiban mereka. Di tengah-tengah dua fenomena inilah lembaga amil zakat dan sejenisnya punya peranan. Selain itu juga sebagai sebuah bentuk kepeloporan dan perintisan untuk menemukan konsep penyelenggaraan zakat secara professional.
Permasalahannya potensi zakat yang sangat besar di Indonesia ini tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakt untuk menyisihkan sebagian hartanya dari kewajiban zakat. Kewajiban untuk membayar zakat seringkali terabaikan oleh masyarakat muslim. Bisa juga ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai zakat, yang hanya menganggap kewajiban tersebut hanya zakat fitrah. Sangat sedikit dari umat Islam yang mengerti bahwa harta denga beragam jenisnya itu wajib dikeluarkan zakatnya. Lemahnya menejemen pengelolaan zakat yang dilakukan oleh para amil zakat, menjadi salah satu diantara penyebab minimnya harta zakat terkumpul. Para muzakki yang seharusnya mengeluarkan zakat dari sebagian hartanya lebih suka menyalurkannya langsung kepada si miskin, sehigga zakat tidak bisa tersalurkan secara tepat.
Selain hal tersebut di atas, pengentasan kemiskinan yang salah satu solusinya adalah dengan pemberian zakat secara langsung kepada mustahiq merupakan hal yang kurang tepat. Karena kebanyakan para mustahiq zakat belum bisa memanfaatkan harta zakat tersebut secara maksimal guna untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mampu keluar dari belenggu kemiskinan. Memang benar zakat merupakan hibah murni yang harus langsung diberikan kepada mustahiq zakat. Lalu bagaimana menejemen zakat yang sesuai syariah tetapi mampu mengentaskan kemiskinan?.
Oleh karenanya, tulisan ini ingin membahas mengenai permasalahan berikut ini: (1). Apa pengertian zakat profesi? (2) Berapakah kadar zakat profesi? (3) Apakah Mampu zakat profesi mengentaskan kemiskinan/pemerataan ekonomi di kepulauan nusantara ini? (4) Apa pengertin lembaga amil zakat? Dan (5) Bagaimana peran lembaga amil zakat dalam mengelola zakat profesi yang tepat sehingga permasalahan kemiskinan / pemerataan ekonomi mampu terselesaikan?.

PEMBAHASAN
Zakat menurut etimologi, berasal dari kata zaka yang artinya penyuci atau kesucian. Kata zaka dapat juga berarti tumbuh subur. Dalam kitab-kitab hukum Islam, kata zaka diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang, serta berkah. Jika dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan si pemilik harta. Sedangkan menurut istilah, zakat adalah suatu harta yang dikeluarkan seorang muslim dari hak Allah untuk yang berhak menerima (mustahiq) . Terhadap harta yang wajib dizakati, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum diambil zakatnya. Syarat-syarat tersebut meliputi :
1. Milik penuh, artinya kekayaan yang berada dibawah kekuasaan penuh si pemilik dan tidak tersangkut didalamnya hak orang lain.
2. Genap dimiliki selama setahun qamariyah (bukan Syamsiyah) atau disebut juga dengan haul (untuk zakat emas dan perak, zakat perniagaan, dan zakat binaang ternak).
3. Telah mencukupi hajat (kebutuhan) dasar.
4. Telah mencapai nishab (standar minimal harta yang dikenakan zakat).
5. Berkembang, artinya harta itu tumbuh produktif atau memberi pemasukan bagi pemiliknya.
Kedudukan zakat sejajar dengan kedudukan sholat. Dalam Al Qur`an, tidak kurang dari 28 ayat Allah menyebutkan perintah sholat dengan perintah zakat dalam satu ayat sekaligus. Diantaranya dalam surat Al Bayyinah : 5, yang artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
Dalam tinjauan islam zakat mempunyai banyak peran, diantaranya;
1. ia adalah sarana pembersih jiwa; menurut bahasa zakat adalah suci, maka seseorang yang berzakat pada hakikatnya untuk mensucikan diri (QS 9: 103).
2. ia merupakan realisasi kepedulian sosial; zakat merupakan wujud dari kepedulian masyarakat islam terhadap sesama muslim yaitu “takaful dan ta’adhom” (rasa sepenanggungan). (QS 9:71).
3. sebagai sarana untuk meraih pertolongan Allah SWT; Allah SWT hanya akan memberikan pertolongan–Nya kepada hamba-Nya yang mematuhi ajarn-Nya, dan diantara ajaran Allah SWT adalah berzakat (QS 22: 39-40).
4. ia adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat harta (QS 14:7)
5. ia adalah aksiomatika dalam Islam; zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan, sebagaimana rukun Islam yang lainnya ..
Zakat merupakan unsur penting dalam sistem ekonomi berdasarkan syariat Islam. Menurut para pemikir Islam, ekonomi akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila zakat sebagai suatu sistem kehidupan ekonomi berjalan sebagaimana mestinya. Untuk menciptakan keadilan sosial ekonomi di dalam bermasyarakat, instrumen zakat merupakan salah satu jawaban yang akan dapat mewujudkan semua itu. Zakat dapat menjadi penunjang pembangunan ekonomi masyarakat. Karena di dalam instrumen zakat tercipta semangat tolong menolong (ta’awun) dan mengandung unsur pemenuhan kewajiban individu untuk memberikan tanggung jawabnya kepada masyarakat. Individu diharapkan secara semestinya dan efisien melaksanakan setiap kewajiban yang dipercayakan padanya demi kemaslahatan umum.
Pada tahun 2003 Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 3 Tahun 2003 telah mengeluarkan fatwa mengenai kewajiban mengeluarkan zakat penghasilan / profesi. Zakat profesi dilihat dari segi pengistilahnnya merupakan zakat yang kemasannya merupakan hasil ijtihad para ulama di masa kini. Meski demikian, dasar pengambilan hukumnya bukan semata-mata kehendak atau selera pribadi. Tapi hasil dari konklusi objketif dan telaah yang mendalam atas ayat-ayat Al-Quran dan sunnah Nabawiyah serta pemahaman yang mendapat atas maqashidus-syariah. Zakat Profesi biasa disebut dengan Zakat Maal Mustafad. Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai haul dan nishab zakat.
Penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani dan beternak. Sebaliknya, di zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan beternak. Bahkan umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya serba kekuarangan. Sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pemasukan, tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar. Dan di zaman sekarang ini terjadi perubahan, justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Seperti dokter spesialis, arsitek, komputer programer, pengacara dan sebagainya. Nilainya bisa puluhan kali lipat dari petani dan peternak. Memang secara istilah dan standar yang baku, zakat jenis ini belum dikenal luas di dalam literatur fiqih terdahulu. Barangkali dari penghasilan yang mendapatkan penghasilan yang lebih dari cukup pada zaman dulu masih berkisar perdagangan, pertanian, peternakan dan sejenisnya..
Penghasilan profesi wajib dikeluarkan zakatnya karena termasuk dalam cakupan firman Allah Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS Al Baqarah 267).
Bila dikaitkan bahwa zakat berkaitan dengan masalah ubudiyah, memang benar. Tapi ada wilayah yang tidak berubah secara prinsip dan ada wilayah operasional yang harus selalu menyesuaikan diri dengan zaman. Prinsip yang tidak berubah adalah kewajiban orang kaya menyisihkan harta untuk orang miskin, wajib adanya amil zakat dalam penyelenggaraan zakat, ketentuan nisab dan haul dan seterusnya. Semuanya adalah aturan baku yang didukung oleh nash yang kuat. Tapi menentukan siapakah orang kaya dan dari kelompok mana saja, harus melihat realitas masyarakat. Dan ketika ijtihad zakat profesi digariskan, para ulama pun tidak semata-mata mengarang dan membuat aturan sendiri. Dari ayat diatas jelas terdapat kalimat “….nafkahkanlah sebagian dari sebagian hasil usahamu…” bahwasannya hasil usaha seseorang wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan nishab dan haul yang telah ditentukan oleh nabi tinggal bagaimana qiyas yang cocok untuknya.
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi lain, ia berbeda dengan hasil tanaman, dan lebih dekat dengan naqdain (emas dn perak). Oleh sebab itu, maka kadar zakat profesi yang dikeluarkan diqiyaskan berdasarkan zakat emas dan perak, yaitu rub’ul ‘usyrul atau 2,5% adalah sabda Rasulullah SAW yang artinya bila engkau memilki 20 dinar (emas) dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%). (HR Ahmad, Abu Dawud dan Al baihaqi). Penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab. Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
Simulasi cara perhitungan menurut kaidah yang syar’i adalah penghasilan kita digunakan untuk kebutuhan kita, kemudian sisa penghasilan itu kita simpan/miliki yang jumlahnya telah mencapai nishab emas yakni 85 gram emas dan telah berlalu selama satu tahun (haul), berarti harta tersebut terkena zakat dan wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari harta tersebut. Sedangkan jika penghasilan kadang tersisa atau kadang pula tidak, maka untuk membersihkan harta adalah dengan berinfaq, yang mana infaq ini tidak mempunyai batasan atau ketentuannya.
Zakat profesi itu harus memenuhi syarat nishab dan haul kadar zakat 2,5% karena profesi itu bentuknya harta, maka sebagaimana harta lainnya nishabnya adalah 20 dinar emas / 85 gram emas (standard 1 dinar = 4,25 gram emas 22 karat). Contoh ilustrasinya kalau pada saat ini harga 1 dinar = Rp 1.125.000,00 (www.geraidinar.com). Maka nishab adalah 20 dinar = 20 X Rp 1.125.000,00, yaitu Rp 22.500.000,00 sehingga zakatnya 2,5%= 1/40 X Rp 22.500.000,00 adalah Rp 562.500,00 ini berarti, walau sepintas lalu penghasilan yang diatas Rp 22,5 juta sudah masuk hisab, apabilal digunakan living cost dan pengeluaran lainya hingga tersisa misal Rp 5 juta/ bulan, maka tidak wajib zakat. Namun Rp 5 juta perbulan kita simpan sehingga 1 tahun terkumpul Rp 60 juta, barulah kita hitung nishabnya.
Menurut penulis Eri Sudewo, penanganan kemiskinan dengan mendorong perkembangan zakat lebih baik dibandingkan dengan berhutang ke luar negeri. Namun, saat ini, pemerintah memilih menangani persoalan kemiskinan di Indonesia dengan mencari hutang luar negeri. Beberapa waktu lalu, pemerintah membutuhkan dana sebanyak Rp 70 triliun untuk mengatasi kemiskinan tersebut. Sebanyak 80 persen di antaranya akan diperoleh melalui hutang dari Bank Dunia (World Bank) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Padahal, Eri menyebutkan, berdasarkan hasil pengkajian Baznas, potensi zakat profesi satu tahun di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 32 triliun dengan penduduk miskin pada tahun 2010 sekitar 32,7 juta jiwa (BPS:2010). Dilihat dari angka nominalnya perjiwa akan mendapatakn dana sekitar Rp 950.000,00, jika pengelolaan zakat dan pendayagunaan dikelola dengan baik dan sesuai dengan syariah maka permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat diatasi dengan segera tanpa berhutang ke luar negeri. Apalagi belum ditambah dengan jenis-jenis zakat yang lain. Berdasarkan penelitian Djamal Doa, menurutnya potensi keseluruhan zakat di Indonesia mampu terkumpul sebesar 84,49 triliun per tahun. Angka itu diperoleh berdasarkan perhitungan atas jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 200 juta jiwa (data BPS) dengan asumsi 28,8 juta KK wajib zakat.
Di zaman Rasulullah SAW dan para sahabat zakat itu dipungut oleh negara, dalam hal ini negara Islam tentunya. Negara ini punya hak untuk mengambil harta dari orang kaya untuk dimasukkan ke dalam baitul mal untuk selanjutnya disalurkan kepada para mustahiq. Adapun di zaman sekarang ini dengan tidak berjalannya sistem negara Islam, maka negara ini tidak terlalu mengesahkan untuk memungutnya. Pemerintah hanya melakukan berperan subtantif yang sesuai dengan UU No. 38 tahun 1999 Bab I pasal 3 yang berbunyi, “Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat”. Sedangkan pengelolaannya diatur sendiri oleh badan amil zakat/lembaga amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
Menurut pasal 1 Ayat (2) Keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No 38 tahun 1999, yang dimaksud dengan Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai ketentuan agama (pasal 8 UU No. 38 tahun 1999). Lembaga Amil Zakat (LAZ) mempunyai otoritas dalam menghimpun, mendistribusikan, dan memanfaatkan zakat untuk khalayak umum berdasarkan syariah. Tidak semua orang berhak mengelolanya dan tidak semua orang dapat menikmatinya. Untuk mengelola dan mengembangkan zakat itu kita harus memiliki potensi kepemimpinan yang berwibawa, dan berpengaruh. Lembaga amil zakat harus mempunyai perencanan yang terpadu dalam rangka mengentaskan kemiskinan secara sistematis.
Yang patut disyukuri oleh kita saat ini adalah masih banyaknya orang-orang yang peduli terhadap derita yang dialami oleh lingkungan sekitar kita. Saking besarnya kepedulian itu, maka munculnya lembaga amil zakat di beberapa daerah, di masjid-masjid, bahkan di lembaga pemerintah/swasta bagaikan cendawan yang tumbuh di musim hujan. Pengumpulan harta zakat dari tahun ketahun semakin bertambah seiring dengan pertambahan jumlah lembaga zakat yang berdiri untuk menjadi pengelola harta zakat, meskipun masih jauh dari potensiyang seharusnya bias terkumpul. Di satu sisi, hal ini patut diapresiasi. Berarti negeri ini telah membantah kalau nilai sosial masyarakatnya telah luntur dan hilang kepedulian. Namun di sisi lain, menjamurnya lembaga amil zakat bisa menimbulkan tidak efisiennya pengelolaan dan penyaluran dana zakat, infak dan shadaqah. Oleh karena itu, pentingnya fungsi koordinatif, konsultatif, dan informatif dalam penghimpunan dan penyaluran dana harus dilakukan oleh badan yang diakui oleh seluruh Lembaga Amil Zakat dan otoritas negara. Undang-undang No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat mengatur fungsi ini melalui BAZ (Badan Amil zakat) yang ada di tiap-tiap tingkatan wilayah .
Keuntungan-keuntungan apabila zakat dipungut oleh Lembaga Amil Zakat , yaitu :
a. Para wajib zakat lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan fakir miskin lebih
terjamin haknya.
b. Perasaan fakir miskin lebih dapat terjaga.
c. Pembagian zakat akan menjadi lebih tertib.
d. Zakat yang diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti sabillilah misalnya dapat
disalurkan dengan baik karena pemerintah lebih mengetahui sasaran pemanfaatannya .

Sebuah lembaga amil zakat harus mempunyai sifat yaitu:
1. independen, artinya lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan terhadap orang-orang tertentu atau lembag lain. Sehingga akan lebih leluasa dalam memberikan pertanggungjawaban kepada muzakki.
2. netral, lembaga ini didominasi oleh masyarakat sehingga dalam menjalankan kegiatannya tidak boleh hanya mementingkan golongan tertentu saja.
3. tidak berpolitik praktis, harus dapat dipastikan bahwa lembaga ini tidak terjebak dalam kegiatannya politik praktis serta tidak dapat digunakan untuk kepentingan partai politik tertentu.
4. tidak diskriminasi, dalam menyalurkan dana zakat lembaga tidak boleh mendasarkan pada perbedaan suku dan golongan. Tetapi selalu menggunakan parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara syariah.
5. legalitas dan struktur organisasi, bentuk badan hokum lembaga amil zakat harus sesuai dengan yayasan yang terdaftar pada akta notaris di pengadilan negeri. Untuk struktur organisasi harus dibuat sebaik mungkin sehingga kinerja lembaga amil zakat dapat efektif dan efesien.
Suatu lembaga amil zakat harus mempunyai sistem pengelolaan yang baik. Sedangkan unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah
a. memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas.
b. Manajemen terbuka.
c. Mempunyai rencana kerja yang jelas.
d. Memilki komite penyaluran.
e. Memiliki system akutansi dan manajemen keuangan.
f. Perbaikan secara terus-menerus.
Umumnya zakat yang diberikan kepada mustahiq merupakan dana konsumtif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini kurang begitu membantu mereka untuk jangka panjang, karena uang atau barang kebutuhan sehari-hari yang telah diberikan akan segera habis dan meraka akan kembali hidup dalam keadaan fakir atau miskin. Banyak sekali pendapat bahwa zakat yang disalurkan kepada dua golongan ini dapat bersifat produktif, yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha mereka. Hal yang salah tidak sesuai dengan syariat Islam yang bisa terjadi ketika dan zakat tersebut didayagunakan untuk usaha produktif adalah
1) dana zakat yang terkumpul tidak langsung diberikan kepada mustahiq melainkan berupa pinjaman untuk bantuan modal usaha dan disimpan untuk penanganan bencana sehingga berakibat menumpuknya dana zakat di badan amil zakat
2) hak mustahiq untuk mendapatkan zakat menjadi sangat sulit, mereka harus mengajukan proposal terlebih dahulu untuk mendapatkan bagiannya.
Hal inilah yang sangat dikhawatirkan dimana lembaga amil zakat menafikan hak-hak mustahiq sebagaimana diungkapkan oleh wakil ketua lembaga bahtsul masail PBNU KH Arwani Faishal menekankan pentingnya penyaluran zakat secara langsung kepada para mustahiq atau pihak-pihak yang berhak menerima zakat, terutama kalangan fakir miskin. Jangan sampai isu pendayagunaan zakat justru menafikan hak mustahiq zakat itu sendiri (dalam rapat dengar pendapat tentang RUU Pengelolaan zkat dengan komisi VIII DPR di gedung DPR RI senayan, Jakarta tanggal 21 april 2010).
Terdapat filosofi yang berbunyi “berikan kailnya, bukan ikannya”, tentu saja pemberian zakat produktif sangat bagus untuk kehidupan ekonomi jangka panjang mustahiq asalkan dijalankan sesuai syariat dan ditangani oleh lembaga amil zakat yang berkompeten juga dalam menangani usaha produktif yang akan dijalankan. Namun harus diperhatikan pula kebutuhan konsumtif mustahiq saat ini. Jika suatu hari mustahiq sangat membutuhkan “ikan” tetapi diberikan kail, maka akan terjadi kelaparan. Jika dia tetap tidak mendapatkan makanan untuk dikonsumsi, maka bisa jadi dia akan mati kelaparan. Yang terbaik adalah memberikan kepada mustahiq ikannya hari ini dan berikan kailnya untuk kehidupan ekonominya besok.
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581/1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Pasal 28 dan Pasal 29. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Hasil pendataan dan penelitian mustahiq ashnaf yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, ghorim, sabilillah dan ibnu sabil.
b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c. Mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.
Hasil pengumpulan zakat yang dapat didayagunakan untuk usaha yang produktif harus memenuhi persyaratan sebagai berikut sebelum digunakan untuk hibah pemberdayaan :
a. Apabila pendayagunaan zakat untuk delapan ashnaf telah terpenuhi dan ternyata terdapat kelebihan.
b. Terdapat usaha-usah nyata yang berpeluang menguntungkan.
c. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Setelah memenuhi persyaratan tersebut, pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif harus melalui prosedur sebagai berikut
a) melaksanakan studi kelayakan.
b) Menetapkan jenis usaha produktif.
c) Melakukan bimbingan dan penyuluhan.
d) Melakukan pemantaun, pengendalian, dan pengawasn.
e) Mengadakan evaluasi.
f) Memberi laporan .
Bahtsul masail diniyyah maulidiyyah atau pembahasan masalah keagamaan dalam muktamar NU yang ke-28 di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta pada 25-28 november 1989 memberikan arahan bahwa dua hal yaitu zakat dengan metode konsumtif dan zakat dengan metode produktif diperbolehkan asalkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan para mustahiq zakat. Namun, ada persyaratan penting bahwa para calaon mustahiq sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat yang sedianya meraka terima akan disalurkan secara produktif atau didayagunakan dan memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara seperti itu.
Pengambilan dalil yaitu dari majmu’ ‘ala syarhil muadzdzab, juz VI, hal. 178. bahwa tidak boleh bagi petugas menarik zakat dan imam/penguasa untuk mengelola harta-harta zakat yang mereka peroleh kecuali para calon penerima zakat telah setuju atau memberikan kuasa atas pengelolaan zakat itu untuk mereka. Para ulama sangat berhati-hati kalau harta zakat itu tidak benar–benar diketahui dan sampai pada mustahiqnya. Dengan kata lain, para mustahiq zakat harus tentukan terlebih dahulu dan kemudian ada kesepakatan antara pengelola zakat dengan mereka, baru kemudain zakat bisa disalurkan secara produktif atau didayagunakan untuk kepentingan mustahiqnya.
Karena amil zakat adalah penghubung antara muzakki dan mustahiq maka tanggung jawab lembaga amil zakat adalah menjadi motor dalam penyadaran umat atas penting dan perlunya berzakat. Hal ini tidaklah berlebihan, karena sebenarnya idealnya penyadaran umat ini menjadi tugas negara melalui ketetapan hukum negara (jika sistem pemerintahannya mengadopsi sistem pemerintahan Islam yang mewajibkan bagi masyarakatnya untuk berzakat), namun hal itu tidak dilakukan di Indonesia karena Indonesia bukanlah negara Islam yang bisa memaksa bahkan memerangi bagi mereka yang membangkang karena tidak mau membayar zakat.
Oleh karena itu jika otoritas negara tidak dalam posisi untuk melakukannya, maka para amil dan da’i yang memahami pentingnya berzakat bagi pemberdayaan umat, harus menjadi motor penggerak dalam penyadaran ini. Hal ini bisa kita lihat pada beberapa lembaga amil zakat yang ada di Indonesia dalam mempromosikan zakat, infaq dan shadaqah. Dalam sosialisasinya, para amil bukan sekedar mengingatkan akan kewajiban berzakat sebagai suatu ketetapan syariat yang harus dipatuhi, namun juga banyak kebaikan–kebaikan bagi mereka yang mengeluarkan zakat, infak dan shadaqah dan orang yang menerimanya. Sosialisasi zakat seharusnya bukan hanya pada saat bulan ramadhan seperti ini, karena pemahaman yang mungkin masyarakat tangkap adalah bisa jadi hanya zakat fitrah-lah yang wajib dikeluarkan.
Yang tidak kalah pentingnya lembaga amil zakat mempunyai semangat melayani secara profesional. Bayangkan bila seorang amil dapat bekerja secara sangat profesional. Yang akan muncul setelah itu adalah timbulnya kepercayaan terhadap lembaga amil zakat. Kepercayaan yang tinggi terhadap lembaga yang dikelola secara profesional pada gilirannya akan membuat gairah tersendiri dalam menyalurkan zakat bagi para muzakki. Efek jangka panjangnya adalah kemampuan menghimpun potensi zakat umat Islam yang luar biasa besar itu. Selanjutnya, bila zakat berhasil dikumpulkan dengan baik, dan berhasil dikelola dengan penuh amanah, maka persoalan klasik umat yang selama ini tak kunjung selesai, yakni hubungan harmonis si kaya dan si miskin akan dapat dijawab dengan baik. Saat ini, bayangan itu semakin mendekati kenyataan. Namun, sekali lagi, harapan luhur itu tak akan terjadi bila amil tidak memiliki profesionalisme. Ada beberapa persyaratan lembaga amil zakat dapat dikatakan profesional, yaitu :
1. Memiliki kompetensi formal
2. Komitmen tinggi menekuni pekerjaan
3. Meningkatkan diri melalui asosiasi
4. Bersedia meningkatkan kompetensi
5. Patuh pada etika profesi
6. Memperoleh imbalan yang layak .
Melalui sistem informasi zakat nasional yang berbasis teknologi informasi yang telah dijabarkan oleh direktorat pemberdayaan zakat departemen agama pada tahun 2005-2009 mampu diketahui data base mustahiq dan muzakki secara menyeluruh serta hasil penghimpunan dan penyaluran zakat, infaq dan shadaqah dapat dimonitor setiap saat. lembaga amil zakat besar di Indonesia saat ini menjadi besar karena menggunakan infrastruktur IT yang memadai. Semakin canggih mereka menggunakan infrastruktur teknologi informasi (IT), maka semakin efisien lembaga amil zakat mengumpulkan dana dari para muzakki dan semakin mudah menyimpan data penerima zakat, data wilayah penerima zakat, data wilayah binaan lembaga zakat, data lembaga yang mendapat dukungan dari dana zakat, data wajib zakat, dan lain-lain.
Dalam menyikapi sikap kurang percaya masyarakat terhadap lembaga amil zakat melakukan sistem laporan terbuka atau dengan kata lain laporan tersebut dapat dipublikasikan. Dengan Sistem Laporan Terbuka seperti ini diharapkan kecurigaan masyarakat akan terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh pengurus Organisasi Pengelola Zakat akan berkurang. Publikasi ini dapat dilakukan melaui berbagai media massa seperti internet, televisi, surat kabar, bulletin, radio dan lain-lain.

PENUTUP
Zakat profesi merupakan zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha orang-orang muslim yang memiliki keahlian dibidangnya masing-masing. Seperti, dokter, pengacara, dan berbagai profesi lainnya. Para ulama menyamakan harta hasil profesi ini dengan harta simpanan, sehingga nishab bagi harta hasil profesi ini disamakan dengan nishab emas atau nishab uang. Yaitu, sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni dan kadar yang harus dikeluarkan sebesar 2,5%, yang dikeluarkan setiap tahun. Dari sisi ini, ia berbeda dengan hasil tanaman, dan lebih dekat dengan naqdain (emas dan perak). Seuai sabda Rasulullah SAW yang artinya: Bila engkau memiliki 20 dinar (emas) dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2, 5%)(HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Baihaqi).
Peran Lembaga Amil Zakat yang ada sekarang jangan hanya memberikan zakat konsumtif saja karena hal itu tidak akan mendidik mustahiq untuk merubah kondisinya, pemberian zakat produktif sangat bagus untuk kehidupan ekonomi jangka panjang mustahiq asalkan dijalankan sesuai syariat dan ditangani oleh lembaga amil zakat yang berkompeten juga dalam menangani usaha produktif yang akan dijalankan. Namun harus diperhatikan pula kebutuhan konsumtif mustahiq saat ini. Jika suatu hari mustahiq sangat membutuhkan dana zakat secara langsung tetapi malah diberikan zakat dalam bentuk produktif, maka akan terjadi kelaparan. Jika dia tetap tidak mendapatkan makanan untuk dikonsumsi, maka bisa jadi dia akan mati kelaparan. Yang terbaik adalah memberikan kepada mustahiq ikannya hari ini dan berikan kailnya untuk kehidupan ekonominya besok.
Zakat memiliki kesempatan terbuka bagi suatu program pemberantasan kemiskinan secara efektif. Kebutuhan hidup masyarakat ekonomi lemah ( fuqoro’ wal masakin) akan dapat terjamin dengan diberikan zakat kepada mereka, bila hal ini dilakukan pengelolaan terhadap zakat tersebut dengan benar. Diberlakukannya instrumen zakat digunakan sebagai alat untuk menghapuskan, atau paling tidak dapat meminimalisir tingkat kemiskinan yang menjangkit dilingkungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. D.1988. Sitem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press.
Amiq, Saiful. (2009). Penghimpunan dan pendayagunaan. http://s41f.blogspot.com/2009/06/penghimpunan-dana-pendayagunaan-zakat.html, 04 Agustus 2010.
Citra, Andi. (2008). [artikel] fatwa mui tentang zakat penghasilan . http://www.jendela.multiply.com/.../artikel_Fatwa_MUI_tentang_Zakat_Penghasila, 04 Agustus 2010.
Basalamah, Aries.1988. Akuntansi Zakat, Infaq, dan Sadaqah. Jakarta: Usaha Kami.
LAZIS-NU SS. (2007). Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh. http://lazisnuss.multiply.com/reviws/item/1, 04 Agustus 2010.
Manan, M. A. 1992. Ekonomi Islam : Teori dan Praktek. Jakarta: PT Intermasa.
Muchtasib, Ach. Bakhrul. (2007). Ketidakberdayaan Zakat Sebagai Pengurang Kemiskinan. Http://www.stesiv.ac.id/zakat.php, 04 Agustus 2010.
Pribadi, A. S. 2006 . ”Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat ( Studi di BAZ Kota Semarang ).” Tidak Diterbitkan.Tesis. Semarang: Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro.
Sahri, Muhammad. 1982. Perkembangan Zakat Dan Infaq Dalam Usaha Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Malang: yayasan pusat studi “Avicenna”.
Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan lembaga keuangan syariah deskripsi dan ilustrasi. Yogyakarta: ekonisia.
Syarief, Azhar . (2009). Fenomena Unik Di Balik Menjamurnya Lembaga Amil Zakat (LAZ) Di Indonesia. http://www.imz.or.id/, 04 Agustus 2010
Yayasan Dana Zakat Al-Falah Pusda. Panduan zakat. Surabaya: Yayasan Dana Zakat Pusda.

Related Post



0 komentar: