WELCOME TO THIS BLOG!!. PLEASE ENJOY THE MENU HAS BEEN PROVIDED

Jumat, 25 November 2011

Fiqih lingkungan untuk Pelestarian Lingkungan Hidup


Dalam persoalan lingkungan hukum fiqih haruslah memberikan konstribusi dan solusi positif bagi masyarakat. Dibutuhkan aturan yang jelas dalam pemanfaatan lingkungan hidup dalam perspektif agama islam, khususnya mengenai ilmu fiqih. Akan tetapi, intensitas kajian fiqih lingkungan berbeda dengan fiqih ibadah, fiqih munakahat, fiqih lintas agama dan sebagainya. Tidak banyak tokoh agama islam yang membahas mengenai fiqih lingkungan. Hal ini yang menyebabkan informasi mengenai fiqih lingkungan sulit untuk didapat, oleh karenanya persoalan mengenai fiqih lingkungan menjadi sesuatu yang sulit.
Berbagai kerusakan alam yang telah banyak menelan korban seprti longsor dan banjir merupakan akibat kurang pedulinya manusia terhadap lingkungan sekitar. Kenyataan seperti ini akan memberi kesan bahwasannya islam tidak peduli terhadap lingkungan. Kalau kita telisik ajaran islam secara mendalam, islam tidak hanya mengatur masalah hubungan antara makhluk dengan sang pencipta, tetapi islam juga mengatur masalah hubungan antara makhluk dengan makhluk. Tidak hanya itu, setiap bidang ilmu di dalam ajaran islam ternyata juga mengandung hal-hal yang sangat kecil tetapi memiliki manfaat yang begitu besar, mari kita ambil salah satu contoh mengenai hukum fiqih air. Ketika para ulama membahas konsep tentang air dalam bab thaharah, ulama’ fiqih membaginya dalam empat bagian:
1.      Air suci mensucikan dan tidak makruh jika digunakan, yakni air murni yang belum tercampur dengan sesuatu yang dapat merubah sifat, rasa, dan bau air itu sendiri.
2.      Air suci mensucikan tetapi makruh, yaitu air yang disimpan di dalam bekas logam dan terdedah kepada panas matahari. Air ini berpotensi menimbulkan penyakit jika menyentuh kulit.
3.      Air suci mensucikan tetapi haram, yaitu air yang belum tercampur dengan sesuatu yang dapa merubah air namun diperoleh dengan cara yang haram.
4.      Air suci tidak mensucikan. Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci yang mengubah salah satu sifatnya dari segi warna, bau atau rasa.
5.      Air najis, yaitu air yang tercampur dengan najis sehingga berubah warna, bau atau rasa.
Dari kelima kategori tersebut, hanya jenis air yang pertama yang sah digunakan untuk bersuci. Pada jenis air yang kedua, walaupun air suci, namun karena membahayakan penggunanya maka dilarang. Begitu pula jenis air yang ketiga, haram memakainya dikarenakan cara mendapatkan air yang bertentangan dengan ajaran agama. Sedangkan untuk jenis air yang keempat dan kelima jika digunakan untuk bersuci maka tidak sah, karena air tidak telah bercampur denganbenda lain sehingga tidak murni lagi. Itulah islam, fiqih lingkungan memperhatikan sangat-sangat mengenai pengelolaan kemurnian air.
Aturan ini secara eksplisit memberikan pelajaran bagi umat islam untuk menjaga kemurnian air. Kemurnian air jangan sampai rusak karena ulah tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, karena air sangat penting bagi kehidupan. Air tidak boleh tercemar, karena bias menyebabkan air tidak bias lagi dimanfaatkan untuk bersuci. Bukan hanya itu, cara mendapatkan airnya pun harus dengan cara yang benar, tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku.
Inilah yang selama ini tidak tersentuh, jarang ada usaha dari para fuqoha’ (ahli fiqih) untuk mengkaitkan antar fiqih dengan lingkungan. Tidak banyak didengar penjelasan mengenai thaharah (bersuci) yang kemudian dikaitkan dengan pelestarian sumber daya alam.

Related Post



0 komentar: