source: matanews.com |
Pada Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dikemukakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab.
Jika berbicara tentang kualitas pendidikan, ada tiga faktor yang terkait:
(1) perangkat keras (hardware) yang
meliputi ruang belajar, peralatan praktik, laboratorium, perpustakaan, dll.,
(2) perangkat lunak (software) yang
meliputi kurikulum, program pembelajaran, manajemen sekolah, sistem
pembelajaran, dll., dan (3) perangkat pikir (brainware)
yang meliputi guru, kepala sekolah, siswa, dan orang-orang yang terkait dalam
proses tersebut. Dari tiga faktor penentu kualitas pendidikan (perangkat keras,
perangkat lunak, dan perangkat pikir), guru adalah faktor yang paling
menentukan. Argumentasinya adalah ruang belajar bisa sangat sederhana;
peralatan, laboratorium, dan perpustakaan bisa kurang memadai, tetapi jika guru
memiliki kualitas yang tinggi dalam pembelajaran, dapat menerapkan berbagai
teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif, guru tersebut akan
dapat membawa perubahan pada peningkatan proses dan hasil belajar siswa di
kelas. Sebaliknya, meskipun semuanya tersedia dan menggunakan teknologi
canggih, jika guru tidak berkualitas, semua peralatan yang ada tidak akan ada
gunanya.
Masa sekolah merupakan masa yang penuh dengan dinamika, dan hal itu
senantiasa berlangsung dengan keindahannya sendiri, baik itu di Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), atau juga
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sebagainya. Masa di sekolah ini adalah
ketika seorang anak didik sedang belajar memaknai dirinya dan juga lingkungan
di mana ia berada. Dalam interval waktu ketika seorang anak sedang menginjakan
kakinya di meja pendidikan dan dasar pembelajarn di dalam instansi pendidikan,
seorang anak sedang dan tidak akan behenti untuk bertualang dan mengembara
dengan tujuan utama untuk menemukan jati dirinya. Mereka bahkan tidak merasa
lelah untuk melakukan hal tersebut. Pada titik ini, seorang guru dituntut dan
diharapkan memahami bahwa anak didiknya adalah pribadi-pribadi dahsyat.
Pendekatan seorang guru kala
sedang menyikapi dinamika semacam ini membutuhkan kearifan dan kebijaksanaan.
Sebab, pilihan sikap ini memotivasikan anak untuk terus berusaha mengembangkan
bakat dan karakternya. Konsep pengajaran seharusnya memberikan implikasi
positif bagi perkembangan anak didiknya. Apabila pengajaran tidak bisa memacu
rasa ingin tahu dan rasa ingin berkarya anak didik, maka bisa diberikan
kesimpulan bahwa sang pendidik tersebut tidak berhasil meningkatkan kualitas
pendidikan. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas pendidikan, antara lain
harus dibarengi dengan meningkatkan sikap bijak yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Karena dengan meningkatkan sikap bijak dalam membentuk jati diri
peserta didik, semua faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan akan
tergerakan untuk mendukung peningkatan kualitas itu.
Mengingat
demikian strategisnya kedudukan sikap bijak guru dalam peningkatan kualitas
pendidikan, maka berikut ini akan dicoba untuk membahasnya secara detail, guna
menjawab beberapa permasalahan pokok mengenai sikap bijak itu, seperti:(1) Apa
yang dimaksud sikap bijak dalam pendidikan?(2) Bagaimana meningkatkan sikap
bijak yang harus dimiliki oleh guru dalam pembentukan jati diri anak didiknya?
Dan (3) Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk jati diri siswa
dalam meningkatkan kualitas pendidikan ?.
0 komentar:
Posting Komentar