Guru
adalah pribadi yang menentukan jaya atu runtuhnya sebuah bangsa dan peradaban
manusia. Di tangannya, seorangb anak yang awlnya tidak tahu apa-apa bias
menjadi pribadi jenius. Melalui
sepuhannyalah, lahir generasi-generasi unggul. Ia “turun” untuk memberantas
kebodohan, sekaligus menghujamkan kearifan sehingga kita bias paham tentang
makna dan tujuan hakiki jati diri dan kehidupan manusia.
Dalam interval waktu ketika seorang anak
sedang menginjakan kakinya di meja pendidikan dasar di dalam instansi
pendidikan, seorang anak sedang dan tidak akan berhenti untuk bertualang dan
mengembara menemukan jati dirinya. Mereka bahkan seolah tidak memilih rasa
lelah untuk melakukan hal ini.
Membincang jati diri, kita semua
sepertinya juga akan tersesap ke dalamnya. Perbincangan tentangnya memang akan
selalu memaksa, atau minimal membuat kita harus rela meluangkan waktu khusus.
Sebab hanya, tidak lain karena begitu pentingnya jati diri ini.
Banyak orang yamg berusia lanjut ternyata
ketika ditanya apa jati dirinya, ia seketika menjawab dengan jawaban belum
tahu. Jika ia tidak memberikan jawaban yang bersifat, maka ia akan diam
sebentar dan kemudian memberikan jawaban, namun jawaban yang terlontar pun
tetap sama; belum tahu. Kenapa hal ini terjadi? Jawabannya singkat, karena ia
memang belum tahu jati dirinya, atau ia belum tahu bagaimana cara mendapatkan
jati diri tersebut.
Seseorang yang telah menemukan jati
dirinya akan melesat jauh nan cepat. Ia akan berfokus pada jati dirinya
tersbut, tanpa kenal lelah tanpa kenal takut
dan gelisah. Seseorang yang paham siapa sebenarnya dirinya akan
menjalani hidup dengan begitu nikmat dan menyenangkan. Ia akan selalu tersenyum
bangga bahwa semua yang dilakukannya memiliki visi, misi, dan orientasi.
Dengan kata lain, jati diri memilki peran
yang sangat vital dan urgen dalam kehidupan seseorang. Dengannya, ia akan
meniti kehidupan yang semakin dipenuhi hipokritas (kemunafikan) ini dengan
tetap tenang. Dengan jati diri yang telah, seseorang tidak akan tega membuat
waktu, sesingkat apapun waktu itu. Konsep bahwa waktu adalah nyawa telah
mengakar kuat dlm jiwanya.
Pemahaman seperti ini akan membuat guru
memiliki simpati dan empati tentang kondisi psikologis dan keadaan sosial yang
melingkupi anak-anak didiknya. Dan, proses perenungan yang banyak menyita
perhatian para siswa lebih banyak disebabkan oleh pencariannya terhadap jati
diri.
Perkembnagan manusia sebagaimana yang
terjadi sekarang memang sangat cepat dan radikal, yang karena memberikan
implikasi pada bagaimana pula penyikapan terhadap perkembangan, atau bahkan
pergerakan. Hal ini pun sudah barabg tentu mempengaruhi pola atau karakteristik
yang berlngsung di masyarkat.
Seorang anak didik yang merupakan “bagian dalam”
pergerakan dan perubahan ini secara pelan namun pasti berusaha memberikan
pengaruhnya dalam pusaran tersebut. Manusia memiliki kemampuannya untuk
menentukan ritme dinamika kehidupan, tetapi melalui potensi besarnya dia akan
dengan sadar berusaha memberikan peran. Bahkan, bias pula dimaknai sebagai
usaha mempertahankan dirin atas pergerakan tersebut
Terlepas dari masih banyaknya persoalan
kebangsaan yang menjerat kita, komitmen serius untuk terus meningkatkan mutu
pendidikan merupakan suatu yang tidak bias ditawar-tawar lagi. Itu jika kita
mau serius ingin membangun bngsa ini menjadi lebih beradab.
Kondisi pendidikan saat ini menuntut guru agar menjadi salah
satu faktor penentu meningkatnya mutu pendidikan . keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan
peserta didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar.
Di sinilah guru dituntut memilki kualitas
ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik. Ia tidak hanya dituntut
mampu melakukan transformasi seprangkat ilmu pengetahaun (cognitive domain) dan aspek keterampilan (psycomotoric domain), akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab
untuk mengejewantahkan hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).
Mahdi Ghulsyani, seorang cendikiawan
muslim, memandang guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas
penalaran, ketakwaan, dan pengeahuan. Ia memiliki karakteristik bermoral,
mendengarkan, kebenaran, mampu menjauhi kepalsuan ilusi, menyembah tuhan,
bijaksana, menyadari dan mengambil pengalaman-pengalaman.
Dalam pepatah jawa, guru adalah sosok yang
digugu omongane lan ditiru kelakoane (dipercaya
ucapannya dan dicontoh tindakannya). Menyandang profesi guru, berarti harus menjaga
citra, wibawa, keteladanan, integritas, dan krediilitasnya. Ia idak hanya
mengajar di depan kelas, tapi jug mendidik, membimbing, menuntun, dan membentuk
jati diri bagi siswa-siswanya.
Untuk menghadirkan sosok yang bermutu guna mencapai
pendidikan berkualitas, guru harus mendapatkan program-program pelatihan secara
tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap melakukan
pembentukan jati diri siswanya. Penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas
pengabdian dan jasanya harus diberikan.
1 komentar:
Ya, mungkin karena itu
Posting Komentar