Pengajaran
matematika di Sekolah Dasar merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional.
Menurut kurikulum 2006, pembelajaran Matematika bertujuan antara lain agar
siswa memiliki kemampuan pada pola penalaran dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan metematika. Pelajaran matematika pada dasarnya adalah abstrak,
sehingga diperlukan metode atau strategi dalam penyampaian materi matematika
yang abstrak tersebut menjadi konkret. Pada umumnya anak SD berumur 6 – 12
tahun. Menurut Piaget pada umur tersebut anak berada pada periode operasi
konkret, sebab berpikir logiknya didasarkan pada manipulasi fisik obyek – obyek
konkret. Anak yang masih berada pada periode ini untuk berfikir abstrak masih
butuh bantuan memanipulasi obyek – obyek konkret atau pengalaman – pengalaman
yang langsung dialaminya.
Menurut Bruner ( dalam Hawa, 2008:5)
belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur
matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Dengan demikian
siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat memahami
konsep dan struktur yang tercakup dalam materi pembelajaran. Pembelajaran
matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan
situasi (contextual problem). Sehingga peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan teknologi infornasi dan komunikasi seperti
komputer, alat peraga, atau media lainnya.
Bruner mengemukakan bahwa agar
pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak, materi
pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif /
pengetahuan anak. Dengan demikian pengetahuan dapat diinternalisasi dalam
pikiran anak. Proses internalisasi akan terjadi secara optimal jika pengetahuan yang dipelajari itu
dilaksanakan dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik.
Salah
satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil
belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Ibrahim dkk (dalam
Hobri,2009:50) belajar kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar
siswa dari pada dengan belajar kompetitif dan individualistik, selain itu dapat
mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antara
siswa, serta mengembangkan kemampuan akademis siswa. Dalam pembelajaran
kooperatif siswa dituntut untuk bekerja sama dengan siswa lainnya dalam satu
kelompok untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
Dalam
pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam tipe, salah satunya adalah
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model ini dirancang untuk memotivasi siswa
dalam mempelajari materi pelajaran sebaik mungkin dan bekerja keras di dalam
kelompok ahli sehingga dapat membantu temannya di kelompok asal. Metode ini
memberi tanggung jawab kepada peserta didik untuk belajar dan memberikan
penjelasan kepada peserta didik lainnya.
Jigsaw
merupakan salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif yang fleksibel (Lie,
1994:198). Sejumlah riset telah banyak dilakukan berkaitan dengan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw. Riset tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa
yang terlibat dalam pembelajaran semacam itu memperoleh prestasi yang lebih
baik dan mempunyai sikap yang lebih baik pula terhadap pembelajaran.
Dalam
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Samiyati (2010) menyatakan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas
dalam pembelajaran matematika pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat. Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas siswa
secara kelompok sebesar 10,1% dan peningkatan aktivitas siswa secara individu
sebesar 12,8%. Selain itu, terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar
29,9%.
Guru
harus mengembangkan metode dan media yang sesuai dengan kondisi belajar siswa.
Khususnya dalam matematika, berhitung merupakan pokok bahasan yang tidak
disukai siswa. Seringkali siswa tidak bisa menyelesaikan soal perkalian. Oleh
karena itu guru hendaknya memberikan sumber belajar yang menarik bagi siswa.
Salah satu sumber belajar adalah media
pembelajaran. Dengan media pembelajaran yang bervariatif diharapkan akan
membantu siswa dalam menyelesaikan soal perkalian.
0 komentar:
Posting Komentar