WELCOME TO THIS BLOG!!. PLEASE ENJOY THE MENU HAS BEEN PROVIDED

Minggu, 20 November 2011

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN SETTING KOOPERATIF TIPE TGT (Teams Games Tournament)



Hasil penelitian Jenning & Dunne (dalam Gusti, 2006), menyatakan bahwa sebagian besar siswa beranggapan bahwa mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang kurang disukai. Hasil monitoring dan evaluasi P4TK matematika 2007 dan PPPG matematika tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan lebih dari 50 % guru menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Penyebabnya adalah kurangnya ketrampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika ( Raharjo, 2008:1). Permasalahan yang sama juga terjadi di SMP Negeri 1 Jember, sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan guru kelas VII bahwa sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Khususnya pokok bahasan aljabar. Permasalahan yang sering muncul adalah kebanyakan siswa tidak dapat mengetahui maksud soal dan tidak dapat menginterpretasikan permasalahan matematika tersebut ke dalam bahasa matematika serta kesulitan dalam membuat model matematika dari permasalahan tersebut. 

Peningkatan kemampuan komunikasi matematika dapat dilakukan dengan mengadakan inovasi dalam pembelajaran. Pembelajaran yang kiranya tepat adalah pembelajaran matematika realistik, karena pembelajaran ini berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.  Dengan mengaitkan pengalaman kehidupan nyata dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas, pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran matematika realistik tersebut perlu didukung oleh situasi belajar yang dapat memudahkan siswa dalam merealisasikannya. Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang dianggap dapat mendukung pembelajaran matematika realistik dan dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar-mengajar adalah pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament). Dalam pembelajaran ini siswa ditempatkan dalam kelompok - kelompok belajar yang beranggotakan siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.

Menurut Suharta (2005), Pembelajaran Matematika Realistik pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Freudenthal. Pembelajaran ini mengacu pada pendapat Freudenthal yaitu mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity yang artinya matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Pembelajaran matematika realistik dengan setting kooperatif tipe TGT merupakan perpaduan antara pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Secara garis besar, pembelajaran ini merupakan mutlak penerapan dari pembelajaran matematika realistik. Akan tetapi, untuk mendukung terlaksananya pembelajaran matematika realistik diperlukan suatu pembelajaran dengan setting kooperatif tipe TGT .

Menurut Sumarmo  (dalam Satriawati, 2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:
a.    merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika;
b.    membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar;
c.    menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika;
d.    mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;
e.    membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis;
f.     membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi;
g.    menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Indikator komunikasi matematika menurut NCTM (dalam Andriani, 2008), dapat dilihat dari:
1)   kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual;
2)   kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya;
3)   kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Related Post



0 komentar: