Ikhlas berarti “tulus” atau
“memurnikan”. Menurut terminology syara’, kata ikhlas berarti memurnikan amal
semata-mata hanya karena Allah SWT. Sikap ikhlas yang ada pada seseorang hanya
Allah SWT yang mengetahuinya. Ikhlas bukan suatu sikap yang bias diwakili oleh
suatu sikap yang bias diwakili oleh pengakuan. Ikhlas bukan merupakan sesuatu
yang kasat mata seperti amal-amal lahiriah. Ikhlas adalah jiwa bagi amal.
Sebuah amal akan menjadi minim nilai/pahala atau boleh jadi tidak berpahala serta
sering tidak bertahan lama tatkala amal tersebut tanpa dilakukan dengan
keikhlasan. Lawan dari ikhlas adalah riya’ atau sum’at (suka pamer). Riya’
timbul karena motivasi mengerjakan suatu amal ibadah semata-mata bukan karena
Allah.
Jika ikhlas merupakan factor penting
diterimanya amal di sisi Allah, maka riya’ dan sum’at merupakan penghalang
pahala bagi amal. Sikap ikhlas sangat terpuji dalam pandangan Allah. Orang yang
ikhlas tidak memerlukan saksi amalnya selain Allah, karena seseorang yang
ikhlas tidak akan membedakan amal dihadapan orang lain atau ketika sendirian.
Oleh karenanya orang yang ikhlas akan sangat identik dengan sifat istiqamah. “al-istiqamatu ‘ainul karamah”, yang
artinya kekeramatan itu pada dasarnya adalah sikap istiqamah.
Ikhlas merupakan karunia Allah yang
luar biasa bagi orang-orang mukmin yang dipilih-Nya. Tidak semua orang mampu
selalu bersikap ikhlas. Karena itulah maka tidak ada orang yang beruntung di
dunia ini melebihi orang-orang yan ikhlas. Hanya merekalah orang-orang yang
terhindar dari godaan setan sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hijr: 39-40
yang artinya:
Ia (iblis) berkata, “Tuhanku, oleh
karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, sungguh aku pasti akan jadikan
(maksiat) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba-hambaMU yang terpilih (dijadikan orang-orang yang
ikhlas) di antara mereka”.
Semua anak adam di bumi menjadi
sasaran godaan iblis sesuai dengan sumpah iblis dihadapan Allah SWT yang tertera
di ayat al-qur’an di atas. Iblis tidak hanya menggoda manusia untuk melakukan
maksiat, tetapi termasuk sisi amal baik mereka. Jika amal sudah termotivasi
semata-mata buka karena Allah, maka ia sudah terkontaminasi oleh godaan setan.
Oleh karenya, ikhlas merupakan jurus ampuh untuk membentengi godaan setan.
Lalu bagaimana jika kita tidak ikhlas dalam menjalankan ibadah kepada Allah?.
Apa yang sebaiknya kita lakukan, terus menjalankan ibadah kepada Allah ataukah
berhenti untuk tidak menjalankan amal ibadah yang diperintahkan oleh Allah?.
Jika pada mulanya ikhlas sulit dilakukan oleh sesorang, maka bukan berarti
lantas meninggalkan amal. Orang yang sudah mengerjakan kewajibannya meskipun
tidak ikhlas, minimal sudah menggugurkan kewajibannya. Bagaimanapun kewajiban
tetaplah kewajiban yang harus ditunaikan, dengan ikhlas ataupun tidak.
Pembagian Ikhlas
Ikhlas terdiri dari tiga tahap,
pertama; seseorang menjalankan amal ibadah karena janji Allah SWT berupa surga
atau rasa karena rasa takut masuk ke dalam neraka. Kedua; seseorang menjalankan
ibadah karena ia merasa diperintah oleh Allah sebagai tuhannya yang telah
memberinya nikmat yang tiada terhitung. Ia senantiasa ingin menjadi hamba yang
pandai bersyukur dan ingin menjdai pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
Yang ketiga adalah sikap ikhlas yang paling tinggi, yakni di mana seseorang
sudah merasa “menyaksikan” tuhannya. Orang semacam ini akan cenderung
menganggap ibadah sebagai kebutuhan baginya, dan bukan lagi sekedar kewajiban.
Tak ada apa pun yang wujud dalam hakikatnya selain Allah. Orang yang berada
pada tingkat ikhlas ini disebut dengan al-‘arif billah.
0 komentar:
Posting Komentar